
Lebih Baik untuk Lingkungan
Kenapa Kami Peduli
Salah satu hal favorit kami dari traveling adalah bisa melihat keindahan alam luar biasa di dunia ini. Kami ingin generasi berikutnya juga bisa merasakan keajaiban yang kami lihat — dan berharap tempat-tempat ini tetap terjaga bahkan jadi lebih baik dari sebelumnya.
Kami pernah lihat sendiri dampak positif dari pariwisata terhadap lingkungan. Ada ekosistem penting yang sebelumnya terancam, sekarang bisa bertahan karena dukungan wisata. Banyak spesies langka yang lebih dilindungi berkat usaha konservasi yang melibatkan traveler.
Tapi kami juga menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh pariwisata. Ada satwa liar yang diperlakukan tidak layak demi hiburan wisata. Terlalu banyak jumlah wisatawan di tempat yang sama bisa merusak lingkungan. Kami juga khawatir soal jejak karbon yang makin besar di dunia yang makin panas.
Nggak ada solusi yang benar-benar sempurna, dan kami juga pasti kadang salah langkah. Tapi kami percaya, kita bisa melakukan yang lebih baik untuk lingkungan. Pendekatan kami fokus di tiga hal: mengurangi dampak lingkungan dari pariwisata, menghargai satwa liar, dan mengurangi jejak karbon.
Mengurangi Kerusakan Lingkungan

Kalau semua orang pergi ke tempat yang sama dalam waktu bersamaan, dampaknya bisa berat. Overtourism bisa bikin kerusakan alam parah—bahkan beberapa tempat wisata alam populer ditutup karena hal ini.
Kami paham orang pasti pengen banget ke tempat yang indah. Tapi yang penting adalah—gimana caranya kita menikmati tempat cantik tanpa merusaknya?
Cari Rute Alternatif
Di lokasi wisata paling ramai pun, ada cara untuk berkunjung tanpa bikin dampak besar. Misalnya, kami bekerja dengan pemandu lokal yang tahu rute-rute alternatif yang jarang dikunjungi. Jadi kamu tetap bisa nikmati pemandangan yang sama, tapi lewat jalur yang lebih sepi dan minim jejak ekologis.
Kami juga menyarankan untuk jalan lebih santai, nikmati tempatnya pelan-pelan, dan hindari musim ramai — supaya dampaknya bisa lebih tersebar dan ringan.
Dukung Pemandu Lokal yang Bertanggung Jawab
Banyak masalah lingkungan datang dari praktik usaha lokal yang nggak ramah lingkungan—dari buang sampah sembarangan sampai memperlakukan satwa liar secara tidak etis. Kami mulai dari memahami kondisi lokal dan penyebab utama masalahnya. Lalu kami bekerja sama dengan pemandu yang punya misi memperbaiki cara wisata di sana.
Contohnya, di beberapa lokasi, rusaknya terumbu karang bukan karena perahu atau sunblock, tapi karena penangkapan ikan pakai bom. Jadi solusi di sini bukan sekadar menghindari naik perahu, tapi juga menghentikan konsumsi ikan dari pasar lokal. Di kasus seperti ini, kami akan ajak traveler untuk tidak mendukung praktik perikanan yang merusak, dan bekerja sama dengan pemandu lokal yang aktif dalam pelestarian karang.
Travel itu rumit, dan kadang kita tidak tahu semuanya. Karena itu kami percaya perubahan harus datang dari bawah—dari komunitas lokal dan pelestarian jangka panjang.


Kunjungi Tempat yang Jarang Dikunjungi
Overtourism sering banget dibahas, jadi para traveler biasanya cukup sadar soal ini. Tapi masalah under-tourism (terlalu sedikit wisatawan) juga nggak kalah penting.
Under-tourism terjadi saat ada tempat penting tapi jarang dikunjungi. Akibatnya, tempat itu bisa dialihfungsikan untuk penggunaan lain yang merusak.
Ada lokasi penting secara ekologis, budaya, atau sejarah di dunia ini yang hampir tak dikenal wisatawan. Kurangnya kunjungan mengakibatkan orang lokal yang paham tempat itu pindah ke tempat lain. Akhirnya, sarana prasarana kurang memadai dan tidak ada investasi. Lebih gawatnya lagi, kalau terus dibiarkan, tempat-tempat ini bisa berubah jadi perkebunan atau tambang.
Cukup dengan datang ke tempat-tempat ini, kita bisa bantu menjaganya untuk masa depan. Uang dari pariwisata bikin warga lokal bertahan, dan mengurangi kemungkinan lahannya diubah jadi hal lain. Ini juga jadi pesan penting: bahwa tempat ini butuh dilestarikan, entah karena nilainya secara budaya, sejarah, atau ekologi.
Itu kenapa kami sering ngobrol soal hidden gems dan tempat-tempat di luar radar. Karena ya, tempatnya keren-keren banget, tapi juga karena tanpa dukungan dari traveler seperti kamu, tempat-tempat ini bisa terancam.
Beberapa tempat yang rawan under-tourism:
- Cekungan Maliau: Hutan hujan berusia 130 juta tahun, salah satu dari sedikit tempat di dunia yang belum pernah dihuni manusia. Daerah ini sangat penting untuk konservasi, dan masyarakat lokal terus berjuang agar tidak jadi tambang batu bara.
- Hutan Deramakot: Hutan tropis dengan keanekaragaman hayati luar biasa—rumah bagi orangutan, macan dahan, dan gajah kerdil. Saat ini sedang terancam oleh penebangan liar yang menghancurkan habitat mereka.
- Gunung Tambora: Lokasi letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah, yang juga menghapus peradaban Tambora dari peta. Bisa dianggap sebagai Pompeii-nya Asia. Situs ini penting banget dari segi sejarah dan ekologi, tapi tiap tahunnya hanya dikunjungi kurang dari 200 orang, dan sekarang terancam aktivitas tambang emas.
Menghargai Satwa Liar

Kami percaya satwa liar harus hidup sebebas mungkin—tanpa gangguan berlebih dari manusia.
Di banyak tempat, binatang liar ditangkap dari alam, dijadikan tontonan, dan sering diperlakukan tidak manusiawi atas nama 'wisata'. Bahkan traveler yang niatnya baik pun sulit membedakan tempat perlindungan satwa asli dan kebun binatang selfie.
Masalah ini rumit dan tidak ada jawaban baku. Makanya kami selalu berdiskusi dengan ahli satwa dan aktivis konservasi untuk memahami cara menghormati satwa liar dengan lebih baik, meski keadaannya tidak ideal.
Pengalaman melihat satwa liar di Seek Sophie
- Jalan-jalan atau safari di mana binatangnya benar-benar liar dan tidak dijinakkan. Artinya, kamu mungkin nggak selalu ketemu satwa karena mereka secara alami cenderung menghindari manusia. Tapi justru inilah serunya—kejutan yang sesungguhnya!
- Cagar alam satwa yang beretika. Di Asia, banyak tempat perlindungan satwa yang sebenernya cuma kebun binatang selfie—di mana pengunjung bisa dekat-dekat dengan binatang untuk foto, padahal hewannya hidup dalam kondisi yang bukan habitat aslinya. Di Seek Sophie, kami hati-hati banget memilih tempat seperti ini, dan hanya menampilkan yang benar-benar menjaga alam alami satwanya—dengan ruang gerak cukup, makanan alami, dan tanpa interaksi paksa dengan manusia.
- Pengalaman snorkeling dan menyelam. Kami juga cinta banget dunia bawah laut, dan kami pilih pemandu menyelam atau snorkeling yang menghormati ekosistem alam laut.
Batas kami jelas
- Tidak mendukung atraksi dengan satwa liar yang dikurung permanen, kami tidak dukung atraksi yang menampilkan binatang, kecuali ada bukti kuat bahwa: (i) satwa tidak diambil dari alam liar, (ii) dipelihara di lingkungan semirip mungkin habitat aslinya, dan (iii) tidak menunjukkan stres seperti mondar-mandir terus menerus.
- Tidak ada pengalaman mendekatkan diri ke satwa liar sampai mengganggu kenyamanan mereka. Ini artinya tanpa naik gajah, mengelus kucing besar, atau mengejar binatang liar demi selfie. Satwa liar secara alami menghindari manusia—kalau mereka terlihat terlalu akrab dengan manusia asing, mungkin ada perlakuan buruk di baliknya.
- Tidak dukung atraksi di mana binatang tampil hanya untuk menghibur wisatawan. Kalau binatang dipaksa tampil di depan orang asing, biasanya ada pelatihan yang keras atau kejam.
- Tidak mendukung aktivitas olahraga yang melibatkan satwa liar termasuk perburuan piala.
Mengurangi Jejak Karbon

Segala hal yang manusia lakukan, termasuk traveling, pasti keluarkan emisi karbon—itu sudah pasti. Tapi kita bisa mengurangi dampaknya. Kami cari pengalaman yang pakai bahan bakar ramah lingkungan, dan juga menyediakan pilihan makan vegetarian/vegan—supaya traveler bisa punya opsi yang lebih ramah bumi.
Kami juga mengganti emisi karbon dari setiap pengalaman dengan menanam pohon dan menjaga ekosistem penyerap karbon seperti hutan bakau. Kami tahu ini bukan solusi final, tapi setidaknya ini langkah awal yang positif.
Baca Tentang Komitmen Net-Zero Kami








